Muhasabah dalam Do'a Istiftah

Sebagaimana hadits dari ِAli bin Abi Thalib ra:

عَنْ عَلِيِّ ابْنِ أَبِى طَالِبٍ رَضِيَ الله عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا ابْتَدَأَ الصَّلاَةَ الْمَكْتُوْبَةَ قَالَ: وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالاَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ . إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِى لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ 


Dari Ali bin Abi Thalib ra bahwa Rasulullah saw biasa ketika memulai sholat wajib berkata:”Saya hadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan hanif/lurus dan berserah diri, dan tidaklah saya termasuk orang-orang yang menyekutukan Alloh swt. Sesungguhnya, sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah aku persembahkan untuk Alloh yang menguasai seluruh alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan yang demikian itu aku diperintahkan dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri.” (HR Al-Baihaqy II: 8)


Lafadz do'a istiftah yang dirawikan oleh perawi kuat  seperti Imam Muslim, Ahmad dan Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ali bin Abi Thalib adalah do'a istiftah yang saya baca dalam sholat sunah ataupun fardhu adalah: 


Allahu Akbaru kabiraw walhamdu lillahi kathiraw wasubhanallahhi bukratau waasila. Wajjahtu wajhia lillazi fataras sama wati wal ardha hanifam muslimaw wama ana minal musyrikin. Inna sholati wanusuki wamahyaya wammamati lillahi rabbil'alamin. La syarikalahu wabiza lika umirtu wa ana minal muslimin.

.:.:.:.:.:.:.:.:.:.


Allah Maha Besar sebesar-besarnya.
Dan puji-pujian bagi Allah sebanyak-banyaknya.
Dan maha suci Allah siang dan malam. Kuhadapkan mukaku, kepada yang menjadikan langit dan bumi, aku cenderung lagi berserah kepada Allah dan bukanlah aku dari golongan orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku kuserahkan hanya pada Allah Tuhan seru sekalian alam. Sekali-kali tidaklah aku menyekutukanNya. Dan dengan demikian aku ditugaskan, dan aku adalah dari golongan orang-orang Muslim (Islam).


Do'a istiftah adalah do'a awal sebagai pembuka munajat kita kepada Allah. Dalam konsep  Tadzkiyatun Nafs terpadu intisari dari Ihya 'Ulumuddin yang disusun oleh Sa'id Hawwa, seorang da'i pendobrak, mengemukakan betapa mudahnya bagi orang yang lalai untuk menggerak-gerakan lisannya dengan bacaan-bacaan tanpa mengandung ujian dari segi amal dan  perbuatan, tetapi yang dimaksudkannya sekadar huruf yang terucapkan. Sementara itu, ia tidak menjadi ucapan bila tidak mengekspresikan apa yang ada di dalam hati, dan ia tidak menjadi ekspressi jika tidak disertai dengan kehadiran hati.

Cara untuk menghadirkan hati, salah satunya adalah dengan memahami dzikir dan bacaan dalam shalat. Sehingga dengan begitu, hati telah terlebih dahulu menyerap nilai-nilai yang terkandung dalam dzikir, kemudian lidah melayani hati untuk menerjemahkannya. Nah, sebagai awalan mari kita memahami dzikir dan bacaan dalam shalat yaitu do'a istiftah. 

“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan semua langit dan bumi.” 
Wajah yang dimaksudkan bukan wajah lahir, karena wajah lahirmu hanya engkau hadapkan ke arah kiblat, tetapi hati yang denganya engkau menghadap kepada Pencipta semua langit dan bumi. Perhatikanlah apakah wajah dan hatimu menghadap kepada angan-angan dan berbagai obsesinya di rumah dan pasar, mengikuti syahwat, ataukah menghadap kepada Pencipta semua langit? Jangan sampai pembukaan munajatmu itu dusta dan palsu. Wajah itu tidak akan menghadap kepada Allah kecuali dengan memalingkannya dari selain-Nya. Berjuanglah segera untuk mengarahkannya kepada-Nya. Jika engkau tidak mampu melakukannya terus-menerus maka hendaklah ucapanmy jujur dan benar adanya.

Bila engkau mengucapkan, “... hanifan musliman” (berlaku lurus dan memberi keselamatan), maka hendaklah terbayang dalam benakmu bahwa orang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin terselamat dari gangguan lidah dan tangannya. Jika tidak demikian maka engkau dusta. Berjuanglah untuk berlaku demikian di masa yang akan datang, dan sesalilah berbagai kondisi buruk dimasa lalu.

Bila engkau mengucapkan, “Dan aku tidak termasuk orang-orang Musyrik,”  maka ingatlah dalam benakmu akan kemusyrikan yang tersembunyi, karena firman Allah 
“Barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah melakukan amal yang shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhan-Nya.” (QS. Al-Kahfi : 110)
Ayat di atas turun berkenaan dengan orang yang beribadah dengan tujuan mencari ridha ALLAH DAN PUJIAN MANUSIA. Berhati-hatilah dari kemusyrikan ini dan hendaknya engkau merasa malu di dalam hatimu jika engkau menyatakan tidak termasuk orang-orang musyrik tetapi engkau tidak terbebas dari jemusyrikan ini, karena istilah kemusyrikan ini berlaku pada yang sedikit dan banyak.

Bila engkau mengucapkan, “Hidup dan matiku untuk Allah” maka ketahuilah bahwa ini merupakan keadaan seorang hamba yang tidak memiliki dirinya dan menjadi milik Tuannya. Jika ucapan itu muncul dari orang yang keridhaan, kemarahan, berdiri, duduk semangat hidup dan rasa takutnya dari kematian karena perkara-perkara dunia maka hal itu tidak sesuai sama sekali ucapannya.

Shalat adalah kunci hati. Di dalam shalat terungkap berbagai rahasia kalimat. Semuanya adalah hak bacaan, hak dzikir dan tasbih. Dan hendaknya kita menjaga suasana haibah dalam bacaan dengan membaca secara tartil dan tidak terlalu cepat, karena cara baca seperti ini memudahkan untuk perenungan. Semoga kita, terutama saya sendiri, dapat memperbaiki shalat kita secara terus-menerus. Aamin.


ref : Tadzkiyatun Nafs, Sift Sholat Nabi, Fiqh Sunah 1





0 comments:

Posting Komentar

 
;