0 comments

Tak Pernah Setengah Hati

Pekan lalu seorang jundi menanyakan kepada qoidnya apakah hari Jumat masuk seperti biasa. "Ya, kita tidak melakukan misa kan Ran" dan pekan ini jundi itu kembali menanyakan hal yang sama. "Ya, kita tidak ikut merayakannya pula kan" jawab sang qoid dengan ringan.

Dua hari merah ada di hari Sabtu, Sabtu yang merupakan hari libur bagi buruh coding seperti saya. Agak berat memang ketika merah itu jatuh di hari Sabtu, menjadi riak bila cuti bersama pun tiada. Jangankan cuti bersama, masuk kantor pun 'full' bukan setengah hari. Tapi ketika saya kembalikan kepada makna, logika dan hati mengalahkan segalanya.

Karena salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama (jalan yang lurus) yakni dengan menyeru dan mempublikasikan hari-hari besar non muslim dan kaum pagan ke seluruh lapisan masyarakat. Kemudian dibuat kesan seolah-oleh hal itu merupakan hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingati oleh siapa saja.

Yah, karena kita tak pernah setengah hati. Dalam memahami Dien ini, dalam mencintai Allah, Rasulullah dan agama ini. Ketika menyatakan kami tidak merayakannya, kami tidak pula menghentikan kegiatan kantor hanya karena SKB tiga mentri. Bukan karena tidak ada toleransi antar umat beragama, karena memang tidak pernah setengah hati. Dan alhamdulillah semua yang bernaung di bendera perusahaan adalah orang muslim. Walau kami berada dalam gerakan dan organisasi Islam yang berbeda. Yap, gerakan dan organisasi Islam yang memang multiwarna dan multigaya ada IM, HT, JT, TS, Salafy dan sebagainya. Ada juga yang Muhammadiyah dan Nahdliyin. Cara kami berbeda tapi tujuan kami sama. Walau sering sekali saya bertentangan dengan pemahaman mereka. ^ ^

Back to the topic,

Tidak merayakan hari raya umat Nasrani dan tahun baru kaum pagan. Karena Natal ataupun Tahun Baru adalah salah satu bentuk syi'ar ibadah kaum pagan yang kafir. Dengan ikut merayakan hari raya (hari besar) mereka artinya memberikan wala’ (loyalitas) kepada mereka dan mendukung mereka dalam menghidupkan syi’ar-syi’ar mereka.

Perayaan tidak hanya berbentuk pesta-pesta atau ucapan selamat ini lah, selamat itulah. Terkadang banyak hal-hal kecil yang tidak kita sadari nyerempet-nyerempet ke arah 'merayakan', misalnya saja : menampakkan rasa gembira pada hari raya mereka (kadang kita merasa gembira, tapi lebih cenderung kepada 'libur' nya daripada maknanya); meliburkan pekerjaan (sekolah); memasak makanan-makanan yang lebih (ikan bakar, ayam bakar sekalian aja sapi bakar); berlibur ke Bali atau tempat wisata, mendatangi konser, acara musik yang menjadi ajang tabarruj dan peluang ikhtilath besar-besaran, yang pengisinya kebanyakan orang-orang cacat aqidah yang menjadi icon thogut masa kini. Hii... ujung-ujungnya diakhiri mabuk-mabukan atau perzinaan. Na'udzubillahi min dzalik.

Bahkan ketika memasuki hypermarket di daerah Depok, para petugas menggunakan atribut topi merah. Ya Allah, bukankah dengan menggunakan atribut tersebut artinya mereka menyerupai dan mendukung hari raya kaum Nasrani. Ada dua pikiran melintas, pertama, mereka tidak faham arti penggunaan atribut tersebut. Dan sebagai aktifis dakwah, wajib bagi kita untuk mengingatkan mereka jika mereka adalah saudara seiman kita. Kedua, mereka paham tapi pemahaman itu menjadi dilematis ketika terbentur masalah keuangan. Mereka bekerja dan harus patuh pada atasan. Tapi bagaimanapun juga mereka harus bisa mengemukakan hak mereka untuk masalah sensitif ini.

Bukankah dengan menggunakan atribut tersebut artinya mereka menyerupai kaum Nasrani. Dan sekedar menyerupai itu pun tidak diperbolehkan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW
“Barang siapa meniru suatu kaum, dia termasuk kelompok mereka,”
Sejenak mencermati surat Al Baqarah ayat 109.

“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Masih ada yang setengah hati po? coba meluncur ke TKP ini. Semoga memberikan kesegaran di tengah kehausan. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kaum-kaum setengah hati.

Dan pada malam ini saya akan menyelami lembar demi lembar kitab Manhaj Aqidah Imam Asy Syafi'i. Karena besok tahun baru kaum pagan. Tak ada yang istimewa, paling juga sampah dimana-mana.

Dan bapak, pasti di masjid. Dzikir bersama teman satu ukhuwah. Ah, lagi-lagi bid'ah muamalah, semoga kegiatan itu makin menguatkan temali ukhuwah beliau dengan mereka. Aaaaamin Ya Allah.

0 comments

Untukmu Sang Nahkoda

Untukmu Sang Nahkoda,

Ku pikir perjalanan hidup adalah seperti berlayar di samudera luas., mengarungi kehidupan penuh cita.

Seluas samudra kehidupan, itulah dimensi pengembaraan bahtera Nahkoda. Saat kau menanggalkan jangkarmu dari dasar dermaga, saat dayung mulai dikayuh dan layar dikembangkan, terpatri dalam hati bahwa berlayar bukan sekedar berlayar, bersauh bukan sembarang bersauh.

Semua ini membutuhkan persiapan matang. Armada kuat dengan perangkat terbaik menyuratkan keseriusan pelayaran ini. Jangan ada "talbisul haq bil bathil", mencampuradukkan muatan yang baik dengan yang buruk, nanti seluruh muatan jadi rusak. Pilah awak perahumu dengan dedikasi tinggi dan kesamaan labuhan visi. Arahkan dalam satu jiwa, kristalkan di bening hati, hentakkan dengan semangat membara. Kibarkan layar dan panji-panji kita, karena simbolik mengandung kekuatan semangat yang menggelora.

Saat layar tekembang dalam birunya lautan, kemudi tidaklah lepas dari tangan. Seorang juru mudi dan nahkoda terikat untuk mengawasi pedoman untuk menentukan arah, membaca kemana angin berhembus dan arus mengalir, memahami isyarat bintang gemintang di pangkuan langit. Demi menentukan pulau impian agar tidak keliru.

Perahu diciptakan untuk mengarungi lautan bukan, strukturnya dibuat agar kokoh dari terpaan gelombang. Jika gelombang menyapamu. Maju, menantang angin menembus gelombang adalah pilihan. Sambut angin dan gelombang tepat terpampan. Berhati-hati dan tepatkanlah letaknya, jika tidak perahu mudah terbelok melintang sejajar dengan gulungan ombak. Sekali dalam posisi itu, perahu akan terbalik tergulung ombak. Tapi kau jangan takut, menerjang ombak dan menempuh badai memberikan kenikmatan tersendiri bagi jiwa petualang murni.

Ketika laut bergemuruh, ombak menggunung, angin badai kencang menerjang dan arus terlampau deras. Saat semua upaya tak mampu menyelesaikan, ingatlah pertolongan itu ada bersama dengan kesabaran, dan jalan keluar itu akan selalu beriringan dengan cobaan.

Lebih baik sauh dibongkar, layar diturunkan, berhenti ditempat sebentar, menunggu badai reda. Karena tidak ada badai yang tak pernah reda. Sementara itu, perbanyaklah taqqarub kepada Ilahi Rabbi, kepada Khaliq yang menjadikan segala sesuatu, termasuk angin dan arus itu. Bagi seorang Muslim ikhtiar dan do'a memang selalu sejalan berjalin, tidak boleh dipisahkan.

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS. Ath-Thalaq: 2)

Dan tatkala laut kembali tenang bersahaja, bersyukurlah kepada Allah. Perbaiki kerusakan perahumu, timbalah air yang menggenang, panjatlah tiang dan pasanglah layar. Bahu membahu dengan awak perahumu. Bagaimanapun pintarnya kau, ingatlah bahwa kau tidak bisa berlayar sendirian wahai Sang Nahkoda.

Untukmu Sang Nahkoda, jangan lepaskan wajahmu dari tatap awak perahu. Mereka tidak boleh mendapat atau mendapat kesan, bahwa tempat kemudi kosong, tidak ada yang menunggui. Ini bisa menimbulkan putus harapan dan suasana panik. Dalam keadaan seperti itu mudah sekali awak perahu yang sedang kehausan lantaran tidak sabar atau lantaran kejahilan mengorek dinding perahu supaya lekas-lekas mendapat air. Padahal airnya air bergaram, tidak dapat diminum melepaskan haus; sedangkan perahu bisa tenggelam lantaran berlobang dan membawa tenggelam semua penghuni perahu bersama-sama; bukan karena arus dan badai, tetapi karena nahkoda yang lalai.

Untukmu Sang Nahkoda, ingatkan awak perahumu saat berhenti mendayung. Berhenti mendayung, sauh tidak boleh dipasang berarti hanyut. Sebab angin dan arus tidak timbul suasana lesu, dan suasana masa bodoh, atau panik, akan sukar pula membangkitkan mereka mendayung kembali. Jika dayung besar, sesuatu waktu dirasakan terlampau berat tukar dengan dayung yang lebih ringan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Namun teruslah mendayung, agar jiwa mereka tetap besar harapan mereka tidak patah. Hati mereka harus terus dirawat.

Teladani dengan loyalitas dan dedikasi; keduanya merupakan faktor pemersatu perbedaan yang ada dan kasat di antara para bawahan sang Laksamana. Ada visi yang mengikat mereka, dan ada pemicu untuk mewujudkan visi itu: loyalitas dan dedikasi.

Bukanlah mereka yang berteriak saat angin menyerang, bukan pula mencerca gelombang menghadang. Nakhoda yang mahir adalah mereka yang menggunakan angin yang datang menyerang dari samping, dijadikan pengali tenaga dayung; kemahirannya terletak dalam memasang layar, dalam menentukan, mana layar yang harus dipasang mana yang harus diturunkan; kemana kemudi harus ditekankan, agar tenaga angin seperti itu dapat diambil manfaatnya, dengan tidak dikuatiri akan membelokkan arah.

Latihlah diri dan awak perahumu serta para penumpang perahu. Sehingga mereka bisa bergerak ibarat ikan berenang dilaut, terus menerus dikelilingi air asin, tetapi dagingnya tetap tawar dan segar.

Tidak ada jalan yang selalu mudah dan licin untuk mencapai sesuatu tujuan yang bernilai tinggi. Tidak ada pelayaran tanpa resiko. Soalnya bukanlah ada resiko. Soalnya ialah mengambil resiko yang dapat dipertanggung jawabkan, setelah dibandingkan dengan tenaga yang ada, dan dengan nilai yang hendak dicapai. Bagaimana orang bermain di pantai kalau ikut kepercikan air. Nakhoda selalu perlu ber-ijtihad, perlu mempergunakan daya ciptanya teman seperahu, untuk menghadapi keadaan sekelilingnya sewaktu-waktu.

Untukmu Sang Nahkoda, sungguh harimu tak terhenti. Hari-hari mu terus menuju ke "pulau harapan" bersama awak dan penumpangmu. Hutangmu ialah membimbing mereka itu, melapangkan jalan bagi mereka, melatih mereka sanggup bertanggung jawab dan merasakan pengalaman pahit untuk kemudian menikmati sensasi manisnya

Untukmu Sang Nahkoda,

Untukmu., Untuk Kita., Yang telah berhasil melalui badai kita masing-masing., Dan semoga tetap dapat bertahan dan semakin kuat menghadapi badai-badai yang akan datang...

Jangan gugup, Bismillah., Layarkanlah terus perahu ini…
Didepan laut tetap bergelombang, sementara di seberang ada pantai harapan…
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Maha Pengasih…
0 comments

One step farther (just for my mom)

Seperti aku kembali tidak merencanakannya..

Seperti siang yang akan selalu terjaga..

Seperti malam dalam penggenapan purnama..

Dikarenakan semua..

Bukan KIT menjadi tak berwarna..

Bukan permintaan bila tak ada pemberian..

dengan hati aku coba menjaga hak mereka..

tapi tidak semua..

hanya saja, Insya Allah akan ada masanya..

dan sekarang waktu berganti bicara..




Karena..

Ketika cinta mengharap kata, sesungguhnya kata itu adalah..

WAKTU

Mum, I Love U
tidak akan ada apa-apa, semua akan baik-baik saja
aaaaaaaaminn Ya Allah..


0 comments

Koreksi 171210



Ibrahim al Harabi mengisahkan pengalamannya bertahun-tahun menemani Imam Ahmad bin Hambal

"Aku telah menemaninya selama dua puluh tahun. Kami melewati musim kemarau dan semi, panas dan dingin, sementara aku tidak pernah mendapatinya suatu hari, kecuali ia dalam kondisi lebih baik dari harinya yang kemarin"

semoga kita bisa seperti Imam Ahmad bin Hambal dan menjalani hari-hari kita di usia selanjutnya, terus lebih baik dari tahun sebelumnya, bulan sebelumnya, hari sebelumnya, bahkan detik sebelumnya..

aaaaaaamin..

terima kasih semua...


0 comments

Menjaring Matahari


Ebiet G Ade ~

Menjaring Matahari


Kabut

Sengajakah Engkau

Mewakili Pikiranku

Pekat

Hitam Berarak

Menyelimuti Matahari

Aku Dan semua yang ada di sekelilingku

Merangkak menggapai dalam kelam

Mendung Benarkah Pertanda Akan segera turun hujan

Deras Agar Semua Basah Yang ada di muka bumi

Siramilah juga jiwa kami semua

Yang tengah dirundung kegalauan

Reff:

Roda Jaman Menggilas Kita

Terseret Tertatih-tatih

Sungguh Hidup terus diburu berpacu dengan waktu

Tak ada yang dapat menolong selain yang di sana

Tak ada tempat yang membantu selain yang di sana

Dialah Tuhan

Dialah Tuhan




0 comments

Rindu Rasul ...

Pagi itu, walaupun langit telah mulai meng
uning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan kutbah,
"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Ku wariskan dua perkara pada kalian, Al-Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar merasakan dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua", keluh hati semua sahabat kala itu.

Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam", kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya", tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut"...

..., kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu", kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan."Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" kata Jibril..

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Ku haramkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya' "..

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,"kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi..

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku"..

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku?, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii" - "Umatku, umatku, umatku"..

Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu, melepaskannya merupakan kedukaan bagi Madinah, Kota Sang Cahaya..

*) taken from : email dari saudara seimanku
===============================================================
:::
::



Kawan ... betapa cintanya Rasulullah kepada kita ...

Tiada cinta yang sebanding cinta Rasulullah kepada umatnya ...
adakah getaran cinta kekasih Allah dalam hati mu?

Alhamdulillah jika ia ada ...
tumbuhkan,, jaga dan kekalkanlah ia ...
Jika tidak ... pastilah ada sesuatu yang menghalangi ...
singkirkan penghalang itu agar kau dapat menemukannya ...
Sebab ...
Cinta ini tak mungkin hadir tanpa IMAN ...

Wahai diri ...
Sanggupkah engkau mencintai seperti dirinya?
Atau membalasnya sedikit saja?

Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi ..
Rasulullah.. aku merindukanmu..


Ya Allah curahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah curahkan shalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia ...


Allahumma sholli 'ala sayyidina MUHAMMAD...!!!

Berusaha mencintai Rasulullah seperti Khalid
Coba lihat video U tube nya, kemudian coba ulangi
Setelah Rani tahu didalam helm Khalid ada rambut Rasulullah, ada yang bergetar.
Subhanallah.

2 comments

One step closer (Ummul Madrasah)

Penaklukan MONAS sebagai satu agenda acara kopdar mpid diundur dan berpindah tempat demi mendapatkan ilmu untuk dunia yang tak lama lagi akan kami masuki, Insya Allah. Yup, kami ubah agenda penaklukan MONAS dan flying fox di TMII menjadi ngelmu pada acara CERMIN (Cerita Perempuan Indonesia) yang diadakan oleh SALAM X3 UI di auditorium FISIP UI. Satu hari sebelumnya ada sesi “Be A Great Wife: Menjadi Sang Penyejuk Hati”, namun karena kami mengemban amanah kantor, saya dan teman-teman langsung loncat ke “The Great Mother”. Hmm, agak roaming sih karena kehilangan satu fase, baiknya kami mengikuti sesi istri yang baik dahulu untuk menjadi ibu yang baik.. But, It’s ok !!! Masih ada kesempatan untuk belajar kan.

Pembicara yang hadir adalah Ibu Winarini Wilman Dahlan Mansoer, PhD seorang psikolog keluarga yang kata temenku “seperti kuliah aja Ran ^ ^“, maklum beliau menjabat sebagai dosen Psikologi UI. Selain itu adapula Neno Warisman, seorang budayawan dan aktifis pendidikan yang sangat menginspirasi. Acara yang terbuka untuk umum itu dihadiri beberapa orang pria dan cukup banyak wanita. Salut untuk para pria yang hadir dalam acara ini.. ^ ^ b

Dan sekarang, saya ingin memberikan hasil buruan pada Sabt pekan pertama Desember ini, karena kata Ali, ikatlah ilmu dengan menuliskannya dan kata Imam Syafi’i, “ilmu itu adalah binatang buruan sedangkan tulisan adalah tali pengekangnya”. Redaksional aslinya lupa, yah maknanya sama lah.. ^ ^

The Great Mother adalah sebuah gelar istimewa yang disandang oleh seorang wanita setelah ia memberanikan diri mengikrarkan perjanjian yang berat yang mengikatnya selama hidupnya dengan Allah, bersama makhluk asing yang tidak dia kenal sebelumnya. Menjadi ibu adalah konsekuensi logis ketika kita mengizinkan seorang lelaki asing mengucapkan qabul sambil menjabat erat tangan wali kita. Manusia hebat, terlahir dari ibu yang hebat yang mendidiknya dengan penuh kesabaran. Pemimpin dengan kualitas prima, teguh dalam menegakkan hukum Allah, adil, jujur, amanah, rela berkorban, dan bersahaja, tidak bisa lahir secara instan. Ada proses panjang yang mesti dilalui. Ada usaha yang mesti ditempuh, dan itu semua dimulai dari seorang ibu. Seorang ibu yang hebat, yang mencurahkan segenap kemampuannya untuk menjadikan anak-anaknya berkualitas.

Untuk menjadi ibu yang istimewa harus positif dalam menghadapi hidup. Secara fisik sudah mampu, rahimnya kuat ketika mengandung dan sehat ruhiyah dan jasadiyah. Secara sosial sudah menikah, karena bukan tidak mungkin menjadi gunjingan masyarakat jika seorang gadis menjadi ibu tanpa prosesi ijab qabul. Hal ini akan berdampak pada psikologis ibu dan anaknya di kemudian hari. Seorang ibu wajib memiliki pengetahuan agama dan pengetahuan untuk membesarkan anak secara sosial, mental, spiritual.

Ibu yang istimewa membesarkan anaknya dengan cinta tak bersyarat karena ibu adalah sosok cinta tanpa syarat, cinta berdasarkan perasaan. Cinta tanpa campur tangan akal. Cinta yang ditopang kekuatan dan kedalaman yang melebihi cinta jenis apapun. Karena cinta seorang ibu bukannya tak mengharap balas. Melainkan cinta yang dipenuhi impian bahwa sang anak pun akan akan mencintainya sepenuh hati. Ia akan menyadari, menerima kelebihan sekaligus kekurangan sang buah hati untuk kemudian menyesuaikan dirinya dengan kondisi buah cintanya.

Kecerdasan anak berkorelasi dengan kecerdasan ibu. Ibu harus cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual. Cerdas dalam segala bidang sehingga bisa mengajari anak-anaknya banyak hal dari segi keilmuan maupun keterampilan. Agar dapat mengikuti perkembangan anak, teknologi dan kondisi lingkungan. Sehingga ia dapat menjadikan buah hatinya berjiwa militan dengan selalu mengajarinya tentang keislaman. Menjadikan Rasulullah saw sebagai teladan yang patut dicontoh. Saksikan bahwa pelangi kehidupan merupakan tantangan. Tidak boleh luntur oleh perkembangan zaman yang semakin tak beraturan. Inget slogan “Didiklah anak sesuai dengan zamannya” kan.

Oleh karena itu, jangan dirumah saja, ada banyak hal diluar sana. Selalu melakukan proses thalabul ‘ilmi (belajar). Menuntut ilmu tidak hanya sebatas di jalur formal, melainkan dilakukan sepanjang hayat dikandung badan, dan harus seimbang antara Islam dan pengetahuan. Untuk menguatkan azzam kita, tetaplah berkumpul dengan orang-orang yang memiliki keinginan dan visi yang sama, supaya semangat terus bisa dipelihara.

Ibu yang lemah lembut tetapi tegas akan menaklukan hati jundullah kecilnya. Banyak anak yang menjadi liar dan rusak akhlaknya karena ibu terlalu bersikap lemah lembut dan kurang tegas dalam menangani kesalahan-kesalahan yang dibuat si anak. Akibatnya si anak tidak pernah merasa bersalah dan berbuat sekehendak hatinya.

Pola pengasuhan anak, juga berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Ibu yang istimewa butuh dukungan ayah yang istimewa juga bukan. Maka dari itu, dibutuhkan kesepakatan antara kedua pembina umat bagi negara kecil ini.

  • Kesepakatan antar suami dan istri mengenai rizki yang dicari. Apakah ibu diperbolahkan bekerja atau tidak? Rizki yang dicari harus halal. Diperlukan kesamaan orientasi dunia akhirat, pemahaman perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pemikiran, kebutuhan dan pegungkapan.
  • Adanya tujuan pengasuhan anak yang jelas. Anak kita akan kita dididik sebagai apa? Andaikan ingin menjadikan anak pejuang, didik dia sebagai pejuang tangguh, kenalkan anak pada penderitaan yang direkayasa.
  • Pendidikan dirumah dan pendidikan di sekolah sama pentingnya. Ibu adalah sekolah untuk mencetak generasi. Mendidik anak adalah menyesuaikan minat dan bakat anak.
  • Perecanaan, pelaksanaan, evaluasi, orang tua sebagai model. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam bidang apapun (mis. dalam keuangan ibu belajar untuk berdagang). Ibu adalah model bagi anaknya. Seorang anak meneladani ibu, kesalehan jiwa dan perilaku orang tua (terutama ibu) memiliki andil besar dalam membentuk kesalehan anak.

Allah s.w.t berfirman dalam surat Al-Kahfi ayat 82 yang artinya :

”Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh”


Perhatikanlah bagaimana Allah s.w.t. menjaga harta simpanan anak yatim berkat keshalehan kedua orangnya! Anak yang selalu melihat ibunya menunaikan sholat fardhu tepat waktu, melewatkan sepertiga malamnya untuk berjumpa dengan Rabbnya, ibu yang senantiasa berdzikir, berpuasa Senin Kamis, bersedekah, tentu akan jauh berbeda dengan ibu yang banyak menghabiskan waktunya di depan televisi, di mall-mall, ataupun tempat-tempat hiburan lainnya.

Ada satu pertanyaan yang menarik pada acara ini. Bagaimana manajemen waktu untuk ibu bekerja? Dimana ia berangkat pukul 06.30 pulang jam 19.00? Hehehe... curcol.com ^ ^

Apa jawabannya hayoo...

Check this out ... :

Hendaknya keluarga kecil tinggal dirumah dengan tiga generasi, nenek, ibu dan anak. Kalau kita ingin mandiri dan tidak tinggal bersama keluarga ibu dan ayah kita. Sebaiknya cari tempat tinggal yang dekat dengan keduanya (rumah orang tua kita dan rumah orang tua pasangan kita). Bukan berarti sang nenek menjadi pengasuh anak kita. Biarkan pengasuh mengasuh buah hati kita (memandikan, menyuapi dan hal-hal teknis lainnya) sedangkan ibu kita (semoga Allah menyayangi beliau) hanya memantau dan mendidik anak kita tatkala kita bekerja diluar. Komunikasikan pola didikan yang kita terapkan dengan orang tua. Bila ada gesekan, musyawarahkan dengan cara yang baik dengan menyesuaikan kondisi anak. Karena biasanya, nenek dan kakek akan lebih memanjakan cucunya. Bekerja sama dengan suami untuk membagi waktu juga sangat diperlukan. Bila memang tidak memungkinkan untuk segala kemungkinan, cari penitipan anak yang baik. Bekerja setelah menikah diperlukan agar pemikiran kita berkembang (ga cupet gitu.. ^ ^)

Hmm, anjuran yang sangat bijak, Menurut saya sih “Itu bisa dikompromikan dengan qowwam saya. Allah pasti memberi yang terbaik. Saya taat pada Allah, Rasulullah dan qowwam saya, Insya Allah”.

Lalu bagaimana dengan dakwah? Karena kita bukan hanya menikah di jalan dakwah, tetapi juga sakinah di jalan dakwah. Maka peran kita dalam dakwah tidak akan hilang, justru semakin bertambah karena harus mencerdaskan masyarakatnya dengan Islam. Seorang “the great mother” harus bisa membagi waktu antara keluarga dan dakwah. Tidak berat sebelah antara tugas yang satu dengan tugas lainnya. Ia selalu ingat peran utamanya sebagai ummu wa robbatul bayt dan dia juga tidak melalaikan kewajiban dakwahnya karena keduanya adalah sama-sama kewajiban yang dibebankan kepada setiap muslimin. Mari persiapkan diri kita untuk menjadi ibu yang istimewa dan selalu mengembah amanah dakwah untuk bisa menjadi "The Great Mother" seorang SUPERMAMA.. Chayoo !!!

Haddu.. kayaknya tulisan ini melebar kemana-mana. Udahan dulu ya, conclusionnya adalah.. Sebelum menjadi a great mother jadilah a great wife terlebih dahulu. Sebelum menjadi a great wife jadilah a great lady terlebih dahulu. Dan sebelum menjadi a great lady jadilah a great daughter dulu lah.. ^ ^

”Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak.jika salah seorang keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ”ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil.”

Surat Al-isra : 23-24


0 comments

Hanya Ikhlas ??

“Do’akan saya agar dapat memelihara keikhlasan”, begitulah pintanya dalam pesan singkat yang kuterima. Jemari tanganku dengan segera menyusun abjad-abjad “aamiin”.

Sedikit terkejut, biasanya teman-temanku menitipkan do’a agar mereka selekasnya dapat menggenapkan dien, naik jabatan, mendapatkan rezeki berlimpah dan berkah serta hal-hal keduniawian lainnya. Tapi kau, hanya ingin didoakan agar dapat memiliki sebuah keikhlasan. Subhanallah, aku kasih talaq lima untukmu kawan, ups salah, bintang lima maksudnya. Semoga setiap gerak-gerik dan langkah perbuatanmu hanya engkau ikhlaskan semata-mata mengharapkan ridha Allah kawan. Amin, Allahumma Amin..

IKHLAS, menurutmu adalah seperti melakukan (maaf) buang air besar. Setelah kita melakukannya, kita tidak akan mengenangnya kembali. Sudah banyak teori ilmu ikhlas yang saya terima, tapi tidak ada yang aneh seperti katamu. Setelah aku pikir-pikir, benar juga ya, tapi struktur kata-katanya ga asik ah.. ^ ^

Islam bagi Allah SWT secara mutlak berarti mengikhlaskan hati bagi Allah saja, bukan untuk yang lain. Ikhlas, bersih dari segala hal yang tidak disukai Allah. Ikhlas dalam menjadikan Allah sebagai khaliqan (pencipta), maalikan (pemilik), pemelihara, dan penguasa alam raya. Ikhlas dalam menjadikan Allah sebagai satu-satunya zat yang diharapkan, ditakuti, dicintai dan diikuti. Satu-satunya zat yang diabdi. Satu-satunya Illah yang patut disembah.

Ikhlas menerima Rasulullah sebagai teladan, penjelas, penyampai risalah Islam yang sempurna, dan ikhlas menerima Al Quran sebagai pedoman hidup. Ikhlas, alangkah indah makna yang terkandung didalamnya. Murni, suci dan bersih dari segala maksud pribadi, dari segala pamrih dan riya’, dari mengharap pujian makhluk-Nya, serta bebas dari perhitungan untung rugi material.

Ikhlas sebagai salah satu tiang akhlak islami, tanpa itu maka amal akan lenyap, tak ada manfaat. Ibaratnya, segala amal yang dilakukan adalah bentuk-bentuk yang berdiri tegak laksana kerangka-kerangka yang tidak bernyawa belaka, sedangkan ruhnya ialah kewujudan rahasia keikhlasan didalamnya. Tanpa keikhlasan, segala amal itu bagaikan lifeless forms saja. Ikhlas merupakan kualitas tertinggi kemurnian hati, hanya karena Allah dan untuk Allah. LIllah, Fillah, Billah.

Dalam setiap perbuatan, kita dituntut untuk selalu ikhlas. Ikhlas sebelum melakukan amal, ketika sedang, dan setelah melakukannya. Jangan sampai kita terpeleset untuk melakukan suatu perbuatan karena selain Allah. Seperti kisah dibawah ini.

Pada masa hijrah dari Mekkah ke Madinah, ada seseorang yang melakukan hijrah bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah (yaitu keridhaan Allah dan Rasul-Nya), melainkan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama Ummu Qais. Karena niatannya, maka orang itu dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummu Qais”.

Dari Amirul mu'minin Abu Hafs yaitu Umar bin Al-khaththab bin Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin 'Adi bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-'Adawi r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:

“ Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”

Hadits diatas mengajarkan bahwa ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah. Tak pelak bahwa seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya. Sungguh sangat menyedihkan bila amal ibadah tidak mendatangkan pahala hanya karena ketidaklurusan niat dihati dalam mencari keridhaan Illahi Rabbi.

Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati. Merenungi kembali dan menelusuri niat dalam hati. Kembali menyucikan hati dari sifat-sifat dan hal-hal yang mengotorinya. Kembali meluruskan niat dan menaruh keikhlasan di dalamnya. Agar tidak mengugurkan pahala, sehingga amal dan kesungguhan yang dilakukan tidak sia-sia.

Harim bin Hayyan pernah berkata kepada Uwais al Qarni, “Nasehatilah aku.” Beliau menjawab, “Hadirkanlah kematian ketika kamu tidur, dan jadikan ia di pelupuk matamu, dan jika kamu bangun, maka berdoalah kepada Allah untuk memperbaiki hati dan niatmu. Kamu tidak akan pernah mampu mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati hati dan niat. Adakalanya hatimu bersamamu tetapi niatmu malah berpaling darimu, dan adakalanya hatimu berpaling namun niatmu datang menghampiri. Dan janganlah kamu melihat kepada kecilnya dosa tetapi lihatlah kepada keagungan Dzat yang kamu maksiati.”

Kasih sayang Allah SWT terhadap hamba-Nya yang beriman sangat luas dan ampunannya menyeluruh sedang pemberian-Nya tidak terbatas. Semakin besar tingkat keikhlasan semakin berlipat-lipat pahala dan ganjaran. Ya Allah, kami memohon keridhaan-Mu, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu dan cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu.

Dapat kupahami keinginanmu kawan, ‘hanya’ mengharapkan keridhaan Allah SWT disetiap bilah celah kehidupan. Dan kini kusampaikan padamu

“Kawan, do’akan saya agar dapat mengikhlaskan segalanya. Ya, segalanya.. ”

0 comments

Untuk mama_shan2

Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepada Asyaj Abdul Qais: "Sesungguhnya dalam dirimu itu ada dua macam perkara yang dicintai oleh Allah, yaitu sabar dan perlahan-lahan - dalam tindakan." (Riwayat Muslim)


"Mintalah pertolongan dengan sabar dan mengerjakan shalat sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (al-Baqarah: 153)

"Dan sesungguhnya Kami hendak menguji kepadamu semua, sehingga Kami dapat mengetahui siapa di antara engkau semua itu yang benar-benar berjihad dan siapa pula orang-orang yang bersabar." (Muhammad: 31)

"Dan orang-orang yang menahan marahnya serta memaafkan kepada orang banyak dan Allah itu mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan." (ali-lmran: 134)

"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan itu.Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, sehingga orang yang bermusuhan antara engkau dengan ia akan menjadi teman yang amat setia. Perbuatan sedemikian itu tidak akan diberikan kepada siapapun, selain dari orang-orang yang berhati sabar dan tidak pula diberikan melainkan kepada orang yang mempunyai keberuntungan besar." (Fushshilat: 34-35)

"Dan niscayalah orang yang berhati sabar dan suka memaafkan, sesungguhnya baik yangsedemikian itu adalah termasuk pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dengan keteguhan hati." (as-Syura: 43)


Dedicated to : mama_shan2

0 comments

One step closer (cooking time)

Hari ini aku bawa bekal makan siang buatanku sendiri. Akhir-akhir ini, aku lebih suka membawa makanan dari rumah dan yang lebih ”amazing” nya, aku memasak dengan menggunakan dua tanganku lho. Dan untuk menyiasati waktu, aku kerap melakukan duet maut dengan adekku. Ternyata bukan soal bisa masak atau tidak, tapi lebih kepada mau masak atau tidak. Bukan juga karena sempat masak atau tidak, tapi lebih kepada rasa ingin menghidangkan cinta untuk keluarga atau tidak. Rabu lalu, aku membubuhkan lada terlalu banyak, alhasil sayur sop yang matang meringkus tubuh dalam kehangatan dan sejenak pedas menjejak pada punggung lidah. Humm, aku memang suka lada.. karena menghangatkan ^ ^ . Hari Jumat ini, aku masak sayur sop lagi, habis aku suka lebih lagi ibun juga suka. Yasudah, sering masak sayur sop deh.

Aku mau kasih tahu kamu beberapa daftar masakan yang membuat bawang, wortel, kentang, dan bahan makanan lainnya merelakan dirinya untuk aku rajang, potong, bahkan cincang dan di tumbuk : Sop Ayam (masakan favoritku, karena mengembalikan stamina tubuh yang lelah dan menghangatkan), Gudeg (ini wajib, karena ayah suka sekali), Bacem, sayur bening dan tumis (dg berbagai macam bahan), Bakwan, Opor Ayam, Rendang, Cumi Masak Kemangi, Ayam Goreng, Telur Balado, Tempe dan tahu goreng dan sambal (yang lebih cenderung manis daripada pedas). Sebenarnya, aku masak tergantung request mereka yang aku sayangi. Jadi, apapun tantangan mereka, aku bismillah aja.

Sebelum memasak, terkadang aku browsing-browsing untuk mencari resep masakan yang menjadi target. Referensinya bisa lebih dari tiga, anehnya beberapa dari mereka menggunakan bumbu yang tidak sama. Nah lo.. daripada bingung, aku gunakan anugerah terindah dan tercanggih pemberian Sang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, yaitu otak ku. Karena memasak buka sebuah praktikum, maka tak perlulah aku menimbang massa dari bahan-bahan makanan, pada kondisi ini ilmu kirologi ku lebih banyak digunakan.. Dan, alhamdulillah.. masakanku bisa dikatakan masih bisa dimakan, habis dan tidak ada yang keracunan.

Namun, satu yang paling menjengkelkan ketika prosesi masak-memasak dimulai adalah ketidakberdayaanku untuk menyalakan kompor. Aku takut api, akhirnya aku minta bantuan adekku untuk menyalakannya. Lucu juga sih kalau dipikir-pikir. Bisa masak tapi belum bisa menyalakan kompor. Yaa.. secepatnya aku berusaha untuk memberanikan diri terhadap api..

Hum, satu tantangan sudah berhasil aku lewati. Ini pembuktian bahwa penyakitku* bisa disembuhkan tanpa perlu penggenapan Dien terlebih dahulu. Kakak, aku membayangkan kondisi saat engkau tertawa ketika mendengar bahwa aku masak Opor Ayam dan Rendang. Seolah kau ndak percaya atas keahlianku yang terpendam. Sayang, makanan yang Insya Allah halal dan thoyyib itu ndak lewat lidahmu.. Udah sold out sih, artinya masakanku enak.. ^ ^ v


penyakitku *

1. sering pulang malam (skrg sdh enggak lagi)

2. konsisten dalam inkonsistensi

3. 'katanya' ga bisa masak

4. kerap bertingkah seperti preman

5. ngeyel.com

 
;