Cintai dan Kasihilah Rakyatmu
Kembangkanlah sifat kasih dan cintailah rakyatmu dengan lemah lembut. Jadikanlah itu sebagai sumber kebijakan dan berkah bagi mereka. Jangan bersikap kasar dan jangan memiliki sesuatu yang menjadi milik dan hak mereka. Sesungguhnya manusia itu ada dua jenis, yakni orang-orang yang merupakan saudara seagama denganmu dan orang-orang sepertimu.[1]
Mereka adalah makhluk-makhluk yang lemah, bahkan sering melakukan kesalahan.[2] Bagaimanapun, berilah ampun dan maafmu sebagaimana engkau menginginkan ampunan dan maaf-Nya. Sesungguhnya engkau berada di atas mereka dan urusan mereka ada di pundakmu. Sedangkan Allah berada di atas orang yang mengangkatmu. Allah telah menyerahkan urusan mereka kepadamu dan menguji dirimu dengan urusan mereka.
Janganlah engkau persiapkan dirimu untuk memerangi Allah, karena engkau tidak mungkin mampu menolak azab-Nya[3] dan tidak mungkin dirimu akan meninggalkan ampunan dan rahmat-Nya.
Lembut dan Rendah Hati
Janganlah pernah menyesal atas ampunan yang kau berikan. Begitupun janganlah bergembira bergembira dengan sebuah hukuman. Jangan pula tergesa-gesa memutuskan atau melakukan semata karena emosi, sementara engkau sebenarnya dapat memperoleh jalan keluar.[4]
Jangan katakan, “Aku ini telah diangkat menjadi pemimpin, maka aku bisa memerintahkan dan harus ditaati,” karena hal itu akan merusak hatimu sendiri, melemahkan keyakinanmu pada agama dan menciptakan kekacauan dalam negerimu.[5]
Bila kau merasa bahagia dengan kekuasaanmu, atau malah merasakan semacam gejala rasa bangga atau ketakaburan,[6] maka pandanglah kekuasaan dan keagungan pemerintahan Allah alam semesta, yang kamu sama sekali tak mampu kuasai. Hal itu akan meredakan ambisimu, mengekang kesewenang-wenanganmu[7] dan mengembalikan pemikiranmu yang terlampau jauh.[8]
Janganlah sampai engkau melawan Allah dalam keagungan-Nya[9] dan menyerupai-Nya dalam keperkasaan-Nya. Sesungguhya Allah akan merendahkan setiap orang yang angkuh dan menghinakan setiap orang yang sombong.
[1] Jadikanlah kasih sayang sebagai bajumu, karena rakyat itu adakalanya saudaramu seagaman dan adakalanya manusia sejenismu yang secara manusiawi kita bersikap lembut padanya.
[2] Kata yufrithu berarti diluar kemauan, kata az-zalal berarti kesalahan. Kalimat yu’thî ‘ala aidîhim berarti perbuatan-perbuatan dosa yang mereka lakukan.
[3] Memerangi Allah adalah menyalahi syariat-Nya dengan berbuat zalim dan curang. Kata lâ yadai laka biniqmatihi berarti anda tidak memiliki kemampuan untuk menolak siksa-Nya
[4] Kata lâ tabajjahanna bi ‘uqûbatin berarti janganlah bergembira dengan turunnya hukuman. Karena kata al-bâdirah berarti tindakan yang tak terkontrol ketika emosi/marah.
[5] Kata lâ taqûlanna innî mu’ammarun berarti jangan katakana, “Aku adalah seorang penguasa yang bisa memerintahkan apa saja dan harus ditaati.” Kata al-idghâl berarti kerusakan, dan kata wa manhakatun liddîn berarti menghapus dan menyia-nyiakan.
[6] Kata al-makhîlah berarti sombong dan ujub.
[7] Kata al-gharbu berarti batasan sesuatu, ini adalah kata untuk mengungkapkan kesewenang-wenangan.
[8] Kata yafi’u berarti pemikiran yang tercerai-berai akan terfokus kembali.
[9] Kata musâmâtullah berarti menandingi-Nya dalam keagungan.
0 comments:
Posting Komentar