Saya orang Jawa dan ISLAM !!!

Sahabat saya yang Insya Allah sebentar lagi akan menggenapkan Diennya diminta oleh calon ibu mertuanya untuk dipingit dan berpuasa satu minggu menjelang hari H. Hal itu bukanlah suatu yang mengejutkan bagi saya yang orang Jawa. Masyarakat Jawa meyakini bahwa saat peralihan dari tingkat sosial yang satu ke yang lain, merupakan saat-saat berbahaya. Karenanya, untuk mendapatkan keselamatan hidup, dilakukan upacara-upacara seperti tingkepan, brokohan, tedhak sinten, pangur, dan masih banyak lagi. Ketika beranjak dewasa dan menjadi manten (pengantin) merupakan bagian dari peralihan kehidupan manusia. Pernikahan bagi masyarakat Jawa diyakini sebagai sesuatu yang sakral dan tradisi yang berlangsung biasanya berupa petung, prosesi-prosesi panjang, dan sesaji.

Petung adalah tradisi menghitung hari pasaran untuk memutuskan suatu acara penting dalam keluarga. Petung dina biasa dilakukan untuk menentukan hari baik pada acara hajatan, seperti hari mendirikan rumah atau hari penikahan. Dalam tradisi Jawa, penentuan hari pernikahan berdasarkan pada weton kedua mempelai dan peristiwa kejugrugan gunung. Yaitu peristiwa kematian atau kecelakaan salah satu anggota keluarga dekat mempelai pengantin. Peristiwa itu diyakini sebagai isyarat buruk dari pernikahan yang akan dilakukan. Termasuk kepercayaan baik-buruk dalam masalah pernikahan, dalam tradisi masyarakat Jawa masih ada yang meyakini bulan-bulan baik untuk pernikahan yaitu Rajab dan Besar. Sedangkan bulan buruk untuk melaksanakan pernikahan jatuh pada bulan Jumadil Awal, Pasa, Suro, dan Sapar[1].

Pelarangan melakukan acara pernikahan di bulan atau hari tertentu (karena takut sial) merupakan salah satu bentuk tathayyur/thiyarah. Tathayyur adalah beranggapan sial pada semua yang dilihat, didengar, serta beranggapan sial pada tempat dan waktu tertentu. Keyakinan sebagian orang bahwa bulan Shafar atau bulan Syura’ tidak boleh ada pernikahan karena akan ada bencana bagi yang menikah di bulan tersebut adalah keyakinan yang batil[2] dan haram.[3]

Setelah hari H ditentukan, menjelang dan pada saat hari H ada pula prosesi-prosesi (yang menurut saya) tidak memiliki makna secara Islam seperti seperti pingitan, puasa, siraman, ngerik, midodareni, peningsetan, nyantri, ijab, panggih, balangan suruh, wiji dadi, kacar kucur, pupuk, sinduran, timbang dan sebagainya. Telah diketahui Rasulullah tidak pernah mengajarkan berpuasa menjelang hari pernikahan, apalagi mengerik rambut dan alis[4]. Berapa banyak orang yang terjatuh pada kesyirikan, lantaran pernikahan dan prosesi yang menyertainya. Berapa banyak pula, disadari atau tidak, mereka terjatuh pada kemaksiatan. Naudzubillahi min dzalik.

Sebagai orang Jawa yang tidak tahu adat, saya berpendapat bahwa menikah ya menikah. Yang diperlukan adalah calon mempelai (yang keduanya beragama Islam, tidak terkait nasab, perkawinan dan sesusuan); niat yang lurus karena Allah; kerelaan mempelai wanita dan wali; dua orang saksi; mahar; khutbatun nikah atau khutbatul hajah; ijab qabul; serta melangsungkan walimah ‘urs. Tanpa perlu prosesi yang njelimet itu. Namun dibalik itu semua, saya sadar bahwa pernikahan yang terjadi bukanlah acara milik diri saya sendiri. Dia, orang tua saya, orang tua dia, keluarganya, keluarga saya dan para tetua juga ingin memiliki dan turut andil dalam acara sakral ini.

Mengingat kondisi kedua keluarga saya masihlah orang Jawa sing nJawani dimana kebudayaan Jawa masih tetap dijunjung tinggi dan unggah ungguh masyarakat Jawa masih dipegang erat. Ada kemungkinan saya diminta untuk melakukan prosesi itu (karena keluarga saya mengharapkan saya menikah dengan orang Jawa pula). Namun sebelum itu semua terjadi, dakwah keluarga akan selalu digencarkan. Perlahan ibu dan bapak telah diperkenalkan pada konsep pernikahan yang syar’i dan alhamdulillah keduanya telah menyetujui dan mendukung konsep tersebut (walau masih ada beberapa hal yang perlu diperjuangkan).

Namun, menyadari hati yang bisa berubah-ubah, lemah, mudah terwarnai keadaan dan perlu tiang pancang nan kokoh, hendaknya semuanya dikembalikan pada apa yang telah dituntunkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Berdasar hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiyallahu 'anhuma, ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ قُلُوبَ بَـنـِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِـعِ الرَّحْمَنِ كَـقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَـشَاءُ. ثُمَّ قَـالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Sesungguhnya hati Bani Adam semuanya di antara dua jari dari jari jemari Ar- Rahman, seperti hati satu orang, Dia palingkan kemana Dia kehendaki.” Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati-hati kami pada ketaatan kepada-Mu.” (HR. Muslim, no. 2654)

Semoga nanti, kita dapat menjaga prosesi pernikahan dari segala bentuk kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan. Sehingga pernikahan yang terjadi menjadi berkah dan biduk rumah tangga yang dibangun siap melaju dengan diiringi keikhlasan, kesabaran, dan tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Karena, sesuatu yang baik harus diawali dengan hal yang baik pula.



[1] Ensiklopedi Kebudayaan Jawa, Dr. Purwadi, dkk, Kejawen, Jurnal Kebudayaan Jawa, Vol. I, No. 2

[2] Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda “Tidak ada ‘adwa, thiyarah, hamah, dan shafar.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). ‘Adwa artniya ‘penularan penyakit’, lihat kitab an-Nihaayah (III/192). Thiyarah artinya merasa bernasib sial karena sesuatu, lihat kitab an-Nihaayah (III/152). Hamah berarti kepala, juga nama burung yang dianggap sial, kitab lihat an-Nihaayah (V/383). Shafar ialah orang Arab menyangka bahwa di perut terdapat ular yang disebut shafar yang menyakiti manusia ketika lapar. Ia menular. Islam telah menolak ini. Ada yang berpendapat bahwa maksudnya adalah penundaan dari bulan Muharam ke bulan Shafar yang biasa dilakukan orang-orang Jahiliyyah. Mereka menjadikan bulan Shafar sebagai bulan haram mereka. Maka Islam menolaknya, lihat kitab an-Nihaayah (III/35). Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab “ath-Thib” bab “al-Judzam” (V/2159) dan Muslim (IV/1743).

[3] Dalil tentang haramnya tathayyur diantaranya adalah “Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata : ‘Ini adalah karena usaha kami.’ Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah sesungguhnya kesialan itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-A’raaf:131). Adapun dalil dari sunnah: Hadits Ibnu Mas’ud yang di-marfu’-kan kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, “Thiyarah adalah syirik. Tidaka ada seorang pun dari kita, kecuali telah terjadi hal ini pada dirinya, tetapi Allah melenyapkannya dengan tawakkal kepada-Nya.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (I/389), Abu Dawud dalam Kitab “ath-Thib” bab “ath-Thiyarah” (IV/17), at-Tirmidzi dalam kitab “as-Siyar” bab “Ma Jaa-a fith Thiyarah” (III/84).

[4] “Allah melaknat orang yang membuat tato, orang yang minta dibuatkan tato, orang yang mengerik alis, orang yang minta dikerikkan alis, orang yang mengikir giginya dengan maksud memperindah dengan merubah ciptaan Allah” Kemudian Ibnu Mas’ud berkata, “mengapa saya tidak mengutuk apa yang dikutuk oleh Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wassalam sedangkan di dalam kitab Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman,’Apapun yang disampaikan oleh Rasul kepadamu, maka laksanakanlah, dan apapun yang dilarangnya maka jauhilah’(Al Hasyr:7)” (H.R. Bukhari – Muslim)

source :

- Manhaj Aqidah Imam Syafi'i.

- Indahnya Pernikahan Islami, Membentuk Keluarga Bahagia di atas Al Quran dan As Sunah.

- Kado Pernikahan untuk Istriku.

- Riyadhus Shalihin.


1 comments:

Unknown mengatakan...

Keadaan penulis sm dg keadaan sy saat ini menjelang hr lamaran mlh.. stlh lamaran/khitbah hrs dipingit tdk blh bertemu dg pihak pria mskipun didampingi keluarga.. pdhl utk urusan2 ttt itu membutuhkan adanya prtimbangan pihak pria.. Katanya itu mnrt adat jawa dan hukum islam begitu (mnrt org tua)..
Sdgkan di hati sy hanya menganut Hukum dan aturan Allah dlm Islam.. tapi sy tdk cukup kemampuan mengubah paradigma tsb..
Jadi dlm hati sy merasa bergejolak.. smp saat ini yg sy niatkan, Bismilahirrohmanirrohim.. sy berniat utk mnjalankan ibadah menikah krn Allah, dan sy ingin berbakti kpd org tua krn Allah pula..

Posting Komentar

 
;