Sebagian orang menyangka bahwa kehidupan orang yang bertakwa dan zuhud adalah tercermin pada kemiskinan, serba kekurangan dan tidak memiliki apa apa, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang zuhud : "Dan jadikanlah rumahmu itu lebih sepi dari kuburan di hari kamu berpindah ke dalamnya."
Akan tetapi itu bukanlah representasi dari sikap Islam yang sehat dalam memperlakukan harta, ini hanyalah sikap yang ditempuh secara khusus oleh sebagian orang yang dikatakan zuhud, namun tercermin darinya sikap ghuluw (melampaui batas) dan berlebih lebihan. Sebagian mereka menyangka bahwa sikap ini adalah cara menjaga diri dari keburukan dunia dan bahayanya, sehingga mereka dapat melintasinya dengan selamat. Di antara mereka berkata : "Dunia adalah jembatan menuju akhirat, maka lintasilah ia dan jangan memakmurkannya !! "
Hal ini bertentangan dengan hakikat qur'aniyah yang menyeru untuk berusaha dan bertebaran di muka bumi mencari karunia Allah dan memakmurkan dunia yang dapat mewujudkan apa apa yang menjadi kebutuhannya seperti tempat tinggal, pakaian , makanan, obat obatan dan persenjataan yang dapat menjaga dirinya dari musuh.
Demikian pula dengan bimbingan Nabi yang mulai Shalallahu 'Alahi wassalam, beliau menganjurkan untuk bekerja dan mencari pendapatan serta melarang berpangku tangan dan menganggur. Beliau memberikan ancaman bagi orang yang menelantarkan keluarganya dan tidak menafkahi mereka : " Cukuplah seseorang dianggap berdosa bila menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya. Engkau tinggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan adalah lebih baik daripada kau tinggalkan mereka dalam keadaan papa dan mengemis kepada orang". Dan sabda yang lain "Sebagus bagus harta yang baik adalah untuk orang yang shalih", dan masih banyak hadits hadits yang lain yang shahih yang menunjukkan anjuran Islam untuk bekerja, mencari mata pencaharian, menyuburkan bumi dan memakmurkannya dengan bercocok tanam, produksi serta hal hal yang mendatangkan kekuatan dan kemajuan.
Inilah yang dipahami oleh pendahulu kita yang shalih, para salafus shalih, yang mengambil sumber dari Al Qur'an dan As Sunnah, mereka tidak menempuh jalan tasawwuf falsafi yang menempuh jalan aneh dalam Islam, berlebih lebihan dan kelewat batas d alam memandang dunia dan menghinakannya.
seorang tabi'in yang memahami betul sikap Islam terhadap pentingnya hidup berkecukupan sesuai dengan hakikatnya adalah Muhammad bin Mukandir Rahimahullah yang berkata :"Sebaik baik sarana untuk mewujudkan takwa kepada Allah Subhanallahu Wa Ta'ala adalah hidup berkecukupan."
Pendapatnya demikian itu karena beliau melihat pengaruhnya dalam kehidupan beliau dan urgensnya harta dalam masyarakat. Beliau termasuk orang yang memilik harta cukup. Hal itu beliau pergunakan untuk melapangkan orang yang tertimpa kesusahan, menutupi kebutuhan dan meringankan penderiaan, serta turut andil untuk dapat menunaikan kewajiban bermasyarakat dan meraih maslahat umat. Beliau menginfakkan kepada orang orang miskin. Beliau ditanya : "Apa yang paling menggembirakan anda ?" Beliau menjawab :" Bertemu dengan para ikhwan dan dapat menggembirakan merekan."
Suatu ketika beliau pernah mengirim uang untuk Shafwan bin Salim sebanyak 40 Dinar, kemudian berkata kepada anaknya :"Bagaimana pendapatmu terhadap seseorang yang melapangkan Shafwan bin Salim sehingga dia dapat beribadah kepada Rabb Nya."
Dengan niat yang baik inilah beliau berinfak dan menyalurkan kelebihan hartanya, sehingga beliau tidak menelantarkan orang yang ditimpa kesusahan dan kesulitan, karena kesulitan tersebut bisa jadi akan melalaikan mereka dari kewajiban untuk beribadah kepada Allah Subhanallahu Wa Ta'ala.
Begitulah pandangan para pendahulu kita yang shalih, seperti Shahabat mulia Abdurrahman Bin 'Auf, terhadap kekayaan dan bimbingan mereka dalam menempuh jalan yang paling mulai. Maka hendaknya orang orang belakangan mengikuti jalan yang gemilang tersebut.
Sesungguhnya kefakiran bukanlah suatu tuntunan (yang dicari) bahkan itu adalah bencana, ujian dan bala' yang wajib diantisipasi dengan cara bekerja dan menyebar di muka bumi untuk mengambil kandungannya hingga kaum muslimin tidak hidup di bawah garis kemiskinan karena musuh musuh akan menguasai perekonomonian mereka dan menyebabkan musuh musuh dengan leluasa dapat mewujudkan makarnya terhadap Islam dan menghalangi jalannya.
Adapun sengaja hidup serba berkekurangan dan pengangguran dengan dalih zuhud tidaklah dicontohkan oleh Islam. Islam memerintahkan penganutnyua untuk bersemangat dalam meraih 'izzah dan kekuatan, begitu pula dengan kitab sucinya yang memposisikan bekerja di muka bumi untuk mencari rizqi sebagaimana jihad fii sabilillah
"Dan orang orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang orang yang lain berperang di jalan Allah" (Al Muzammil : 20).
Allah memerintahkan orang orang yang beriman berjalan di muka bumi untuk mencari dan mendapatkan apa yang menjadi bagian mereka
"Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizqi Nya" (Al Mulk 15).
Maka tidak ada alasan lagi untuk tidak memerangi kemiskinan dan berhati hati akan bahayanya, bagaimana banyak pemurtadan akibat kemiskinan. Semoga Allah melindungi kita darinya sebagaimana dzikir kita setiap pagi dan sore... Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kefakiran dan kekufuran....
Wallahu'alam
Akan tetapi itu bukanlah representasi dari sikap Islam yang sehat dalam memperlakukan harta, ini hanyalah sikap yang ditempuh secara khusus oleh sebagian orang yang dikatakan zuhud, namun tercermin darinya sikap ghuluw (melampaui batas) dan berlebih lebihan. Sebagian mereka menyangka bahwa sikap ini adalah cara menjaga diri dari keburukan dunia dan bahayanya, sehingga mereka dapat melintasinya dengan selamat. Di antara mereka berkata : "Dunia adalah jembatan menuju akhirat, maka lintasilah ia dan jangan memakmurkannya !! "
Hal ini bertentangan dengan hakikat qur'aniyah yang menyeru untuk berusaha dan bertebaran di muka bumi mencari karunia Allah dan memakmurkan dunia yang dapat mewujudkan apa apa yang menjadi kebutuhannya seperti tempat tinggal, pakaian , makanan, obat obatan dan persenjataan yang dapat menjaga dirinya dari musuh.
Demikian pula dengan bimbingan Nabi yang mulai Shalallahu 'Alahi wassalam, beliau menganjurkan untuk bekerja dan mencari pendapatan serta melarang berpangku tangan dan menganggur. Beliau memberikan ancaman bagi orang yang menelantarkan keluarganya dan tidak menafkahi mereka : " Cukuplah seseorang dianggap berdosa bila menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya. Engkau tinggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan adalah lebih baik daripada kau tinggalkan mereka dalam keadaan papa dan mengemis kepada orang". Dan sabda yang lain "Sebagus bagus harta yang baik adalah untuk orang yang shalih", dan masih banyak hadits hadits yang lain yang shahih yang menunjukkan anjuran Islam untuk bekerja, mencari mata pencaharian, menyuburkan bumi dan memakmurkannya dengan bercocok tanam, produksi serta hal hal yang mendatangkan kekuatan dan kemajuan.
Inilah yang dipahami oleh pendahulu kita yang shalih, para salafus shalih, yang mengambil sumber dari Al Qur'an dan As Sunnah, mereka tidak menempuh jalan tasawwuf falsafi yang menempuh jalan aneh dalam Islam, berlebih lebihan dan kelewat batas d alam memandang dunia dan menghinakannya.
seorang tabi'in yang memahami betul sikap Islam terhadap pentingnya hidup berkecukupan sesuai dengan hakikatnya adalah Muhammad bin Mukandir Rahimahullah yang berkata :"Sebaik baik sarana untuk mewujudkan takwa kepada Allah Subhanallahu Wa Ta'ala adalah hidup berkecukupan."
Pendapatnya demikian itu karena beliau melihat pengaruhnya dalam kehidupan beliau dan urgensnya harta dalam masyarakat. Beliau termasuk orang yang memilik harta cukup. Hal itu beliau pergunakan untuk melapangkan orang yang tertimpa kesusahan, menutupi kebutuhan dan meringankan penderiaan, serta turut andil untuk dapat menunaikan kewajiban bermasyarakat dan meraih maslahat umat. Beliau menginfakkan kepada orang orang miskin. Beliau ditanya : "Apa yang paling menggembirakan anda ?" Beliau menjawab :" Bertemu dengan para ikhwan dan dapat menggembirakan merekan."
Suatu ketika beliau pernah mengirim uang untuk Shafwan bin Salim sebanyak 40 Dinar, kemudian berkata kepada anaknya :"Bagaimana pendapatmu terhadap seseorang yang melapangkan Shafwan bin Salim sehingga dia dapat beribadah kepada Rabb Nya."
Dengan niat yang baik inilah beliau berinfak dan menyalurkan kelebihan hartanya, sehingga beliau tidak menelantarkan orang yang ditimpa kesusahan dan kesulitan, karena kesulitan tersebut bisa jadi akan melalaikan mereka dari kewajiban untuk beribadah kepada Allah Subhanallahu Wa Ta'ala.
Begitulah pandangan para pendahulu kita yang shalih, seperti Shahabat mulia Abdurrahman Bin 'Auf, terhadap kekayaan dan bimbingan mereka dalam menempuh jalan yang paling mulai. Maka hendaknya orang orang belakangan mengikuti jalan yang gemilang tersebut.
Sesungguhnya kefakiran bukanlah suatu tuntunan (yang dicari) bahkan itu adalah bencana, ujian dan bala' yang wajib diantisipasi dengan cara bekerja dan menyebar di muka bumi untuk mengambil kandungannya hingga kaum muslimin tidak hidup di bawah garis kemiskinan karena musuh musuh akan menguasai perekonomonian mereka dan menyebabkan musuh musuh dengan leluasa dapat mewujudkan makarnya terhadap Islam dan menghalangi jalannya.
Adapun sengaja hidup serba berkekurangan dan pengangguran dengan dalih zuhud tidaklah dicontohkan oleh Islam. Islam memerintahkan penganutnyua untuk bersemangat dalam meraih 'izzah dan kekuatan, begitu pula dengan kitab sucinya yang memposisikan bekerja di muka bumi untuk mencari rizqi sebagaimana jihad fii sabilillah
"Dan orang orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang orang yang lain berperang di jalan Allah" (Al Muzammil : 20).
Allah memerintahkan orang orang yang beriman berjalan di muka bumi untuk mencari dan mendapatkan apa yang menjadi bagian mereka
"Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizqi Nya" (Al Mulk 15).
Maka tidak ada alasan lagi untuk tidak memerangi kemiskinan dan berhati hati akan bahayanya, bagaimana banyak pemurtadan akibat kemiskinan. Semoga Allah melindungi kita darinya sebagaimana dzikir kita setiap pagi dan sore... Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kefakiran dan kekufuran....
Wallahu'alam
0 comments:
Posting Komentar