Penaklukan MONAS sebagai satu agenda acara kopdar mpid diundur dan berpindah tempat demi mendapatkan ilmu untuk dunia yang tak lama lagi akan kami masuki, Insya Allah. Yup, kami ubah agenda penaklukan MONAS dan flying fox di TMII menjadi ngelmu pada acara CERMIN (Cerita Perempuan Indonesia) yang diadakan oleh SALAM X3 UI di auditorium FISIP UI. Satu hari sebelumnya ada sesi “Be A Great Wife: Menjadi Sang Penyejuk Hati”, namun karena kami mengemban amanah kantor, saya dan teman-teman langsung loncat ke “The Great Mother”. Hmm, agak roaming sih karena kehilangan satu fase, baiknya kami mengikuti sesi istri yang baik dahulu untuk menjadi ibu yang baik.. But, It’s ok !!! Masih ada kesempatan untuk belajar kan.
Pembicara yang hadir adalah Ibu Winarini Wilman Dahlan Mansoer, PhD seorang psikolog keluarga yang kata temenku “seperti kuliah aja Ran ^ ^“, maklum beliau menjabat sebagai dosen Psikologi UI. Selain itu adapula Neno Warisman, seorang budayawan dan aktifis pendidikan yang sangat menginspirasi. Acara yang terbuka untuk umum itu dihadiri beberapa orang pria dan cukup banyak wanita. Salut untuk para pria yang hadir dalam acara ini.. ^ ^ b
Dan sekarang, saya ingin memberikan hasil buruan pada Sabt pekan pertama Desember ini, karena kata Ali, ikatlah ilmu dengan menuliskannya dan kata Imam Syafi’i, “ilmu itu adalah binatang buruan sedangkan tulisan adalah tali pengekangnya”. Redaksional aslinya lupa, yah maknanya sama lah.. ^ ^
The Great Mother adalah sebuah gelar istimewa yang disandang oleh seorang wanita setelah ia memberanikan diri mengikrarkan perjanjian yang berat yang mengikatnya selama hidupnya dengan Allah, bersama makhluk asing yang tidak dia kenal sebelumnya. Menjadi ibu adalah konsekuensi logis ketika kita mengizinkan seorang lelaki asing mengucapkan qabul sambil menjabat erat tangan wali kita. Manusia hebat, terlahir dari ibu yang hebat yang mendidiknya dengan penuh kesabaran. Pemimpin dengan kualitas prima, teguh dalam menegakkan hukum Allah, adil, jujur, amanah, rela berkorban, dan bersahaja, tidak bisa lahir secara instan. Ada proses panjang yang mesti dilalui. Ada usaha yang mesti ditempuh, dan itu semua dimulai dari seorang ibu. Seorang ibu yang hebat, yang mencurahkan segenap kemampuannya untuk menjadikan anak-anaknya berkualitas.
Untuk menjadi ibu yang istimewa harus positif dalam menghadapi hidup. Secara fisik sudah mampu, rahimnya kuat ketika mengandung dan sehat ruhiyah dan jasadiyah. Secara sosial sudah menikah, karena bukan tidak mungkin menjadi gunjingan masyarakat jika seorang gadis menjadi ibu tanpa prosesi ijab qabul. Hal ini akan berdampak pada psikologis ibu dan anaknya di kemudian hari. Seorang ibu wajib memiliki pengetahuan agama dan pengetahuan untuk membesarkan anak secara sosial, mental, spiritual.
Ibu yang istimewa membesarkan anaknya dengan cinta tak bersyarat karena ibu adalah sosok cinta tanpa syarat, cinta berdasarkan perasaan. Cinta tanpa campur tangan akal. Cinta yang ditopang kekuatan dan kedalaman yang melebihi cinta jenis apapun. Karena cinta seorang ibu bukannya tak mengharap balas. Melainkan cinta yang dipenuhi impian bahwa sang anak pun akan akan mencintainya sepenuh hati. Ia akan menyadari, menerima kelebihan sekaligus kekurangan sang buah hati untuk kemudian menyesuaikan dirinya dengan kondisi buah cintanya.
Kecerdasan anak berkorelasi dengan kecerdasan ibu. Ibu harus cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual. Cerdas dalam segala bidang sehingga bisa mengajari anak-anaknya banyak hal dari segi keilmuan maupun keterampilan. Agar dapat mengikuti perkembangan anak, teknologi dan kondisi lingkungan. Sehingga ia dapat menjadikan buah hatinya berjiwa militan dengan selalu mengajarinya tentang keislaman. Menjadikan Rasulullah saw sebagai teladan yang patut dicontoh. Saksikan bahwa pelangi kehidupan merupakan tantangan. Tidak boleh luntur oleh perkembangan zaman yang semakin tak beraturan. Inget slogan “Didiklah anak sesuai dengan zamannya” kan.
Oleh karena itu, jangan dirumah saja, ada banyak hal diluar sana. Selalu melakukan proses thalabul ‘ilmi (belajar). Menuntut ilmu tidak hanya sebatas di jalur formal, melainkan dilakukan sepanjang hayat dikandung badan, dan harus seimbang antara Islam dan pengetahuan. Untuk menguatkan azzam kita, tetaplah berkumpul dengan orang-orang yang memiliki keinginan dan visi yang sama, supaya semangat terus bisa dipelihara.
Ibu yang lemah lembut tetapi tegas akan menaklukan hati jundullah kecilnya. Banyak anak yang menjadi liar dan rusak akhlaknya karena ibu terlalu bersikap lemah lembut dan kurang tegas dalam menangani kesalahan-kesalahan yang dibuat si anak. Akibatnya si anak tidak pernah merasa bersalah dan berbuat sekehendak hatinya.
Pola pengasuhan anak, juga berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Ibu yang istimewa butuh dukungan ayah yang istimewa juga bukan. Maka dari itu, dibutuhkan kesepakatan antara kedua pembina umat bagi negara kecil ini.
- Kesepakatan antar suami dan istri mengenai rizki yang dicari. Apakah ibu diperbolahkan bekerja atau tidak? Rizki yang dicari harus halal. Diperlukan kesamaan orientasi dunia akhirat, pemahaman perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pemikiran, kebutuhan dan pegungkapan.
- Adanya tujuan pengasuhan anak yang jelas. Anak kita akan kita dididik sebagai apa? Andaikan ingin menjadikan anak pejuang, didik dia sebagai pejuang tangguh, kenalkan anak pada penderitaan yang direkayasa.
- Pendidikan dirumah dan pendidikan di sekolah sama pentingnya. Ibu adalah sekolah untuk mencetak generasi. Mendidik anak adalah menyesuaikan minat dan bakat anak.
- Perecanaan, pelaksanaan, evaluasi, orang tua sebagai model. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam bidang apapun (mis. dalam keuangan ibu belajar untuk berdagang). Ibu adalah model bagi anaknya. Seorang anak meneladani ibu, kesalehan jiwa dan perilaku orang tua (terutama ibu) memiliki andil besar dalam membentuk kesalehan anak.
Allah s.w.t berfirman dalam surat Al-Kahfi ayat 82 yang artinya :
”Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh”
Perhatikanlah bagaimana Allah s.w.t. menjaga harta simpanan anak yatim berkat keshalehan kedua orangnya! Anak yang selalu melihat ibunya menunaikan sholat fardhu tepat waktu, melewatkan sepertiga malamnya untuk berjumpa dengan Rabbnya, ibu yang senantiasa berdzikir, berpuasa Senin Kamis, bersedekah, tentu akan jauh berbeda dengan ibu yang banyak menghabiskan waktunya di depan televisi, di mall-mall, ataupun tempat-tempat hiburan lainnya.
Ada satu pertanyaan yang menarik pada acara ini. Bagaimana manajemen waktu untuk ibu bekerja? Dimana ia berangkat pukul 06.30 pulang jam 19.00? Hehehe... curcol.com ^ ^
Apa jawabannya hayoo...
Check this out ... :
Hendaknya keluarga kecil tinggal dirumah dengan tiga generasi, nenek, ibu dan anak. Kalau kita ingin mandiri dan tidak tinggal bersama keluarga ibu dan ayah kita. Sebaiknya cari tempat tinggal yang dekat dengan keduanya (rumah orang tua kita dan rumah orang tua pasangan kita). Bukan berarti sang nenek menjadi pengasuh anak kita. Biarkan pengasuh mengasuh buah hati kita (memandikan, menyuapi dan hal-hal teknis lainnya) sedangkan ibu kita (semoga Allah menyayangi beliau) hanya memantau dan mendidik anak kita tatkala kita bekerja diluar. Komunikasikan pola didikan yang kita terapkan dengan orang tua. Bila ada gesekan, musyawarahkan dengan cara yang baik dengan menyesuaikan kondisi anak. Karena biasanya, nenek dan kakek akan lebih memanjakan cucunya. Bekerja sama dengan suami untuk membagi waktu juga sangat diperlukan. Bila memang tidak memungkinkan untuk segala kemungkinan, cari penitipan anak yang baik. Bekerja setelah menikah diperlukan agar pemikiran kita berkembang (ga cupet gitu.. ^ ^)
Hmm, anjuran yang sangat bijak, Menurut saya sih “Itu bisa dikompromikan dengan qowwam saya. Allah pasti memberi yang terbaik. Saya taat pada Allah, Rasulullah dan qowwam saya, Insya Allah”.
Lalu bagaimana dengan dakwah? Karena kita bukan hanya menikah di jalan dakwah, tetapi juga sakinah di jalan dakwah. Maka peran kita dalam dakwah tidak akan hilang, justru semakin bertambah karena harus mencerdaskan masyarakatnya dengan Islam. Seorang “the great mother” harus bisa membagi waktu antara keluarga dan dakwah. Tidak berat sebelah antara tugas yang satu dengan tugas lainnya. Ia selalu ingat peran utamanya sebagai ummu wa robbatul bayt dan dia juga tidak melalaikan kewajiban dakwahnya karena keduanya adalah sama-sama kewajiban yang dibebankan kepada setiap muslimin. Mari persiapkan diri kita untuk menjadi ibu yang istimewa dan selalu mengembah amanah dakwah untuk bisa menjadi "The Great Mother" seorang SUPERMAMA.. Chayoo !!!
Haddu.. kayaknya tulisan ini melebar kemana-mana. Udahan dulu ya, conclusionnya adalah.. Sebelum menjadi a great mother jadilah a great wife terlebih dahulu. Sebelum menjadi a great wife jadilah a great lady terlebih dahulu. Dan sebelum menjadi a great lady jadilah a great daughter dulu lah.. ^ ^
”Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak.jika salah seorang keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ”ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil.”
Surat Al-isra : 23-24