Untukmu Sang Nahkoda,
Ku pikir perjalanan hidup adalah seperti berlayar di samudera luas., mengarungi kehidupan penuh cita.
Seluas samudra kehidupan, itulah dimensi pengembaraan bahtera Nahkoda. Saat kau menanggalkan jangkarmu dari dasar dermaga, saat dayung mulai dikayuh dan layar dikembangkan, terpatri dalam hati bahwa berlayar bukan sekedar berlayar, bersauh bukan sembarang bersauh.
Semua ini membutuhkan persiapan matang. Armada kuat dengan perangkat terbaik menyuratkan keseriusan pelayaran ini. Jangan ada "talbisul haq bil bathil", mencampuradukkan muatan yang baik dengan yang buruk, nanti seluruh muatan jadi rusak. Pilah awak perahumu dengan dedikasi tinggi dan kesamaan labuhan visi. Arahkan dalam satu jiwa, kristalkan di bening hati, hentakkan dengan semangat membara. Kibarkan layar dan panji-panji kita, karena simbolik mengandung kekuatan semangat yang menggelora.
Saat layar tekembang dalam birunya lautan, kemudi tidaklah lepas dari tangan. Seorang juru mudi dan nahkoda terikat untuk mengawasi pedoman untuk menentukan arah, membaca kemana angin berhembus dan arus mengalir, memahami isyarat bintang gemintang di pangkuan langit. Demi menentukan pulau impian agar tidak keliru.
Perahu diciptakan untuk mengarungi lautan bukan, strukturnya dibuat agar kokoh dari terpaan gelombang. Jika gelombang menyapamu. Maju, menantang angin menembus gelombang adalah pilihan. Sambut angin dan gelombang tepat terpampan. Berhati-hati dan tepatkanlah letaknya, jika tidak perahu mudah terbelok melintang sejajar dengan gulungan ombak. Sekali dalam posisi itu, perahu akan terbalik tergulung ombak. Tapi kau jangan takut, menerjang ombak dan menempuh badai memberikan kenikmatan tersendiri bagi jiwa petualang murni.
Ketika laut bergemuruh, ombak menggunung, angin badai kencang menerjang dan arus terlampau deras. Saat semua upaya tak mampu menyelesaikan, ingatlah pertolongan itu ada bersama dengan kesabaran, dan jalan keluar itu akan selalu beriringan dengan cobaan.
Lebih baik sauh dibongkar, layar diturunkan, berhenti ditempat sebentar, menunggu badai reda. Karena tidak ada badai yang tak pernah reda. Sementara itu, perbanyaklah taqqarub kepada Ilahi Rabbi, kepada Khaliq yang menjadikan segala sesuatu, termasuk angin dan arus itu. Bagi seorang Muslim ikhtiar dan do'a memang selalu sejalan berjalin, tidak boleh dipisahkan.
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS. Ath-Thalaq: 2)
Dan tatkala laut kembali tenang bersahaja, bersyukurlah kepada Allah. Perbaiki kerusakan perahumu, timbalah air yang menggenang, panjatlah tiang dan pasanglah layar. Bahu membahu dengan awak perahumu. Bagaimanapun pintarnya kau, ingatlah bahwa kau tidak bisa berlayar sendirian wahai Sang Nahkoda.
Untukmu Sang Nahkoda, jangan lepaskan wajahmu dari tatap awak perahu. Mereka tidak boleh mendapat atau mendapat kesan, bahwa tempat kemudi kosong, tidak ada yang menunggui. Ini bisa menimbulkan putus harapan dan suasana panik. Dalam keadaan seperti itu mudah sekali awak perahu yang sedang kehausan lantaran tidak sabar atau lantaran kejahilan mengorek dinding perahu supaya lekas-lekas mendapat air. Padahal airnya air bergaram, tidak dapat diminum melepaskan haus; sedangkan perahu bisa tenggelam lantaran berlobang dan membawa tenggelam semua penghuni perahu bersama-sama; bukan karena arus dan badai, tetapi karena nahkoda yang lalai.
Untukmu Sang Nahkoda, ingatkan awak perahumu saat berhenti mendayung. Berhenti mendayung, sauh tidak boleh dipasang berarti hanyut. Sebab angin dan arus tidak timbul suasana lesu, dan suasana masa bodoh, atau panik, akan sukar pula membangkitkan mereka mendayung kembali. Jika dayung besar, sesuatu waktu dirasakan terlampau berat tukar dengan dayung yang lebih ringan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Namun teruslah mendayung, agar jiwa mereka tetap besar harapan mereka tidak patah. Hati mereka harus terus dirawat.
Teladani dengan loyalitas dan dedikasi; keduanya merupakan faktor pemersatu perbedaan yang ada dan kasat di antara para bawahan sang Laksamana. Ada visi yang mengikat mereka, dan ada pemicu untuk mewujudkan visi itu: loyalitas dan dedikasi.
Bukanlah mereka yang berteriak saat angin menyerang, bukan pula mencerca gelombang menghadang. Nakhoda yang mahir adalah mereka yang menggunakan angin yang datang menyerang dari samping, dijadikan pengali tenaga dayung; kemahirannya terletak dalam memasang layar, dalam menentukan, mana layar yang harus dipasang mana yang harus diturunkan; kemana kemudi harus ditekankan, agar tenaga angin seperti itu dapat diambil manfaatnya, dengan tidak dikuatiri akan membelokkan arah.
Latihlah diri dan awak perahumu serta para penumpang perahu. Sehingga mereka bisa bergerak ibarat ikan berenang dilaut, terus menerus dikelilingi air asin, tetapi dagingnya tetap tawar dan segar.
Tidak ada jalan yang selalu mudah dan licin untuk mencapai sesuatu tujuan yang bernilai tinggi. Tidak ada pelayaran tanpa resiko. Soalnya bukanlah ada resiko. Soalnya ialah mengambil resiko yang dapat dipertanggung jawabkan, setelah dibandingkan dengan tenaga yang ada, dan dengan nilai yang hendak dicapai. Bagaimana orang bermain di pantai kalau ikut kepercikan air. Nakhoda selalu perlu ber-ijtihad, perlu mempergunakan daya ciptanya teman seperahu, untuk menghadapi keadaan sekelilingnya sewaktu-waktu.
Untukmu Sang Nahkoda, sungguh harimu tak terhenti. Hari-hari mu terus menuju ke "pulau harapan" bersama awak dan penumpangmu. Hutangmu ialah membimbing mereka itu, melapangkan jalan bagi mereka, melatih mereka sanggup bertanggung jawab dan merasakan pengalaman pahit untuk kemudian menikmati sensasi manisnya
Untukmu Sang Nahkoda,
Untukmu., Untuk Kita., Yang telah berhasil melalui badai kita masing-masing., Dan semoga tetap dapat bertahan dan semakin kuat menghadapi badai-badai yang akan datang...
Jangan gugup, Bismillah., Layarkanlah terus perahu ini…
Didepan laut tetap bergelombang, sementara di seberang ada pantai harapan…
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Maha Pengasih…
0 comments:
Posting Komentar