“Do’akan saya agar dapat memelihara keikhlasan”, begitulah pintanya dalam pesan singkat yang kuterima. Jemari tanganku dengan segera menyusun abjad-abjad “aamiin”.
Sedikit terkejut, biasanya teman-temanku menitipkan do’a agar mereka selekasnya dapat menggenapkan dien, naik jabatan, mendapatkan rezeki berlimpah dan berkah serta hal-hal keduniawian lainnya. Tapi kau, hanya ingin didoakan agar dapat memiliki sebuah keikhlasan. Subhanallah, aku kasih talaq lima untukmu kawan, ups salah, bintang lima maksudnya. Semoga setiap gerak-gerik dan langkah perbuatanmu hanya engkau ikhlaskan semata-mata mengharapkan ridha Allah kawan. Amin, Allahumma Amin..
IKHLAS, menurutmu adalah seperti melakukan (maaf) buang air besar. Setelah kita melakukannya, kita tidak akan mengenangnya kembali. Sudah banyak teori ilmu ikhlas yang saya terima, tapi tidak ada yang aneh seperti katamu. Setelah aku pikir-pikir, benar juga ya, tapi struktur kata-katanya ga asik ah.. ^ ^
Islam bagi Allah SWT secara mutlak berarti mengikhlaskan hati bagi Allah saja, bukan untuk yang lain. Ikhlas, bersih dari segala hal yang tidak disukai Allah. Ikhlas dalam menjadikan Allah sebagai khaliqan (pencipta), maalikan (pemilik), pemelihara, dan penguasa alam raya. Ikhlas dalam menjadikan Allah sebagai satu-satunya zat yang diharapkan, ditakuti, dicintai dan diikuti. Satu-satunya zat yang diabdi. Satu-satunya Illah yang patut disembah.
Ikhlas menerima Rasulullah sebagai teladan, penjelas, penyampai risalah Islam yang sempurna, dan ikhlas menerima Al Quran sebagai pedoman hidup. Ikhlas, alangkah indah makna yang terkandung didalamnya. Murni, suci dan bersih dari segala maksud pribadi, dari segala pamrih dan riya’, dari mengharap pujian makhluk-Nya, serta bebas dari perhitungan untung rugi material.
Ikhlas sebagai salah satu tiang akhlak islami, tanpa itu maka amal akan lenyap, tak ada manfaat. Ibaratnya, segala amal yang dilakukan adalah bentuk-bentuk yang berdiri tegak laksana kerangka-kerangka yang tidak bernyawa belaka, sedangkan ruhnya ialah kewujudan rahasia keikhlasan didalamnya. Tanpa keikhlasan, segala amal itu bagaikan lifeless forms saja. Ikhlas merupakan kualitas tertinggi kemurnian hati, hanya karena Allah dan untuk Allah. LIllah, Fillah, Billah.
Dalam setiap perbuatan, kita dituntut untuk selalu ikhlas. Ikhlas sebelum melakukan amal, ketika sedang, dan setelah melakukannya. Jangan sampai kita terpeleset untuk melakukan suatu perbuatan karena selain Allah. Seperti kisah dibawah ini.
Pada masa hijrah dari Mekkah ke Madinah, ada seseorang yang melakukan hijrah bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah (yaitu keridhaan Allah dan Rasul-Nya), melainkan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama Ummu Qais. Karena niatannya, maka orang itu dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummu Qais”.
Dari Amirul mu'minin Abu Hafs yaitu Umar bin Al-khaththab bin Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin 'Adi bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-'Adawi r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
“ Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”
Hadits diatas mengajarkan bahwa ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah. Tak pelak bahwa seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya. Sungguh sangat menyedihkan bila amal ibadah tidak mendatangkan pahala hanya karena ketidaklurusan niat dihati dalam mencari keridhaan Illahi Rabbi.
Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati. Merenungi kembali dan menelusuri niat dalam hati. Kembali menyucikan hati dari sifat-sifat dan hal-hal yang mengotorinya. Kembali meluruskan niat dan menaruh keikhlasan di dalamnya. Agar tidak mengugurkan pahala, sehingga amal dan kesungguhan yang dilakukan tidak sia-sia.
Harim bin Hayyan pernah berkata kepada Uwais al Qarni, “Nasehatilah aku.” Beliau menjawab, “Hadirkanlah kematian ketika kamu tidur, dan jadikan ia di pelupuk matamu, dan jika kamu bangun, maka berdoalah kepada Allah untuk memperbaiki hati dan niatmu. Kamu tidak akan pernah mampu mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati hati dan niat. Adakalanya hatimu bersamamu tetapi niatmu malah berpaling darimu, dan adakalanya hatimu berpaling namun niatmu datang menghampiri. Dan janganlah kamu melihat kepada kecilnya dosa tetapi lihatlah kepada keagungan Dzat yang kamu maksiati.”
Kasih sayang Allah SWT terhadap hamba-Nya yang beriman sangat luas dan ampunannya menyeluruh sedang pemberian-Nya tidak terbatas. Semakin besar tingkat keikhlasan semakin berlipat-lipat pahala dan ganjaran. Ya Allah, kami memohon keridhaan-Mu, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu dan cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu.
Dapat kupahami keinginanmu kawan, ‘hanya’ mengharapkan keridhaan Allah SWT disetiap bilah celah kehidupan. Dan kini kusampaikan padamu
“Kawan, do’akan saya agar dapat mengikhlaskan segalanya. Ya, segalanya.. ”
0 comments:
Posting Komentar